Daily Archives: 31 Januari 2015

Standar

KONFLIK DALAM ORGANISASI

images

1. Definisi Konflik

Istilah konflik berasal dari bahasa Latin yaitu configere yang berarti saling memukul, kemudian diartikan ke dalam bahasa Inggris yaitu conflict dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu konflik (Wirawan, 2009, hal 4). Konflik merupakan perselisihan antara individu atau kelompok dalam hubungan fungsional karena adanya perbedaan status, target, nilai-nilai, dan persepsi (Cinar & Kaban, 2012)

2. Penyebab konflik

Menurut Wirawan (2009) penyebab konflik disebabkan beberapa faktor sebagai berikut:

  • Keterbatasan Sumber

Setiap individu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seringkali harus bersaing dengan orang lain untuk memperoleh sesuatu (sumber) yang dianggap dapat memberikan kelangsungan dalam hidup karena setiap manusia memiliki keterbatasan sehingga dapat menimbulkan terjadinya konflik (Wirawan, 2009).

  • Tujuan yang Berbeda

Konflik dapat terjadi apabila pihak yang satu dengan yang lain memiliki tujuan yang berbeda. Namun terkadang dengan tujuan yang sama pun konflik dapat terjadi ketika untuk mencapai tujuan tersebut masing-masing pihak memiliki strategi pencapaian yang berbeda (Wirawan, 2009).

  • Interdependensi Tugas

Konflik terjadi apabila peran pihak yang satu dengan yang lain dapat mempengaruhi keberhasilan tugasnya (Wirawan, 2009).

  • Diferensiasi Organisasi

Perbedaan deskripsi tugas antara yang satu dengan yang lain juga dapat menimbulkan konflik karena adanya perbedaan baik dari segi perilaku, orientasi waktu, dan pemikiran yang berbeda (Wirawan, 2009).

  • Ambiguitas Yuridiski

Adanya ketidakjelasan antara pembagian tugas dan kewenangan antara unit kerja yang satu dengan yang lain (Wirawan, 2009).

  • Sistem Imbalan yang Tidak Layak

Imbalan atas jasa/ kinerja yang dianggap tidak sesuai dapat menjadi pemicu terjadinya konflik (Wirawan, 2009).

  • Komunikasi yang Tidak Baik

Komunikasi dapat menjadi penyebab konflk apabila dalam penyampaian informasi adanya ketidakjelasan, gaya berbicara yang dianggap tidak sesuai dengan budaya, serta perilaku dalam berkomunikasi yang berbeda antara masing-masing pihak (Wirawan, 2009).

  • Perlakuan Tidak Manusiawi

Pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang dianggap tidak manusiawi dapat menimbulkan pertentangan bagi pihak yang dirugikan (Wirawan, 2009).

  • Keragaman Sistem Sosial

Keragaman suku, budaya, agama, bahasa, yang dimiliki suatu bangsa dapat menjadi penyebab konflik dalam kehidupan bermasyarakat (Wirawan, 2009).

  • Pribadi Orang

Konflik dapat timbul dari sifat dan karakteristik yang dimiliki seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (Wirawan, 2009).

3. Teori Konflik

  • Teori Dialektika Hegel

Menurut Georg Wilhem Friedrich Hegel dalam proses dialektika setiap ide (tesis) yang muncul merupakan hasil dari konflik. Disamping kemunculan ide tersebut menimbulkan pertentangan yang disebut antitesis. Hasil dari tesis dan antitesis akan menimbulkan ide yang baru yang disebut sintesis. Ketiga kemunculan ide-ide tersebut akan terus berlanjut hingga menemukan ide yang dianggap telah sempurna (sintesis akhir) sehingga tidak akan muncul antitesis yang disebut dengan ide absolut (Wirawan, 2009).

  • Teori Satya Graha

Mahatma Ghandi menjelaskan konsep penyelesaian konflik tanpa menggunakan kekerasan yang disebut dengan “Satya Graha”. Satya graha berasal dari bahasa Sanskerta yaitu satya yang berarti kebenaran dan agraha yang berarti teguh. Satya graha diartikan bahwa seseorang harus memegang teguh kebenaran dan menolak ketidakbenaran (Wirawan, 2009).

  • Teori Psikodinamika

Sigmeun Freud menjelaskan proses terjadinya konflik dalam teori psikodinamika. Keadaan intrapersonal dan aktivitas mental seseorang dapat menimbulkan perilaku yang pada akhirnya dapat memunculkan konflik (Wirawan, 2009). Terdapat tiga elemen yang menjadi dasar dalam teori psikodinamika, yaitu:

Ide

Ide merupakan sumber energi yang menimbulkan dorongan biologis yang berorientasi pada kesenangan semata. Karakteristik ide adalah berpikir primer (tidak rasional) untuk mendapatkan sesuatu.

Ego

Ego merupakan elemen yang mengendalikan kendala-kendala yang dapat menghalangi pencapaian sebuah ide. Karakteristik ego adalah proses berpikir sekunder (logis dan rasional). Ego berorientasi pada prinsip realita.

Superego

Superego merupakan sistem nilai yang dimiliki seseorang untuk menyesuaikan dan standar moral yang berlaku di masyarakat. Superego berorientasi tidak hanya pada realita akan tetapi juga pada moralitas.

  • Teori Permainan

Menurut teori ini konflik diibaratkan sebagai permainan dimana antara pihak yang satu dengan yang lain untuk mencapai kemenangan menggunakan taktik dan strategi. Teori permainan diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu:

Permainan antara dua orang dan n orang

Permainan yang diikuti oleh dua orang dalam mencapai kemenangan berorientasi pada pemilihan strategi dan taktik dari masing-masing pemain. Sedangkan n orang (n>2) lebih berorientasi pada koalisi yang dibentuk untuk mencapai kemenangan.

Permainan zero sum dan versus non zero sum

Permainan zero sum berorientasi pada konflik total yang apabila salah satu pemain menang maka pemain yang lain akan mengalami kekalahan. Sedangkan non zero sum memungkinkan masing-masing pemain untuk sama-sama mencapai kemenangan.

4. Jenis konflik

Menurut Moore dalam Charlton (2010) jenis konflik berdasarkan penyebab sengketa meliputi:

  • Konflik Hubungan (Relationship conflicts)

Konflik hubungan disebabkan oleh adanya emosi yang kuat, kesalahan persepsi, miss komunikasi dan perilaku negatif yang berulang.

  • Konflik Nilai (Value conflicts)

Konflik nilai disebabkan adanya perbedaan ide, perilaku, cara hidup, nilai, ideologi, dan agama yang berbeda.

  • Konflik Struktural (Structural conflicts)

Konflik struktural disebabkan adanya perilakua yang destruktif, perbedaan kendali, distribusi sumber daya, kekuasaan yang tidak sama, kendala waktu.

  • Konflik Interes (Interest conflicts)

Konflik interes disebabkan oleh kepentingan anggota yaitu keinginan yang tidak diperoleh.

  • Konflik Data (Data conflicts)

Konflik data disebabkan kurangnya informasi, kesalahan informasi, pandangan yang berbeda terhadap apa yang relevan, perbedaan dalam interpretasi data.

Menurut Wirawan (2009) berdasarkan jumlah orang yang terlibat dalam konflik, jenis konflik diklasifikasikan menjadi konflik personal dan konflik interpersonal.

  • Konflik personal

Konflik personal di mana konflik tersebut terjadi di dalam individu itu sendiri. Konflik personal meliputi:

Konflik pendekatan ke pendekatan (Konflik terjadi apabila individu merasa bingung memilih dua alternatif pilihan yang memiliki kualitas yang sama).

Konflik menghindar ke menghindar (Konflik terjadi apabila individu merasa bingung memilih dua alternatif yang memiliki kesamaan untu dihindari).

Konflik pendekatan ke menghindar (Konflik terjadi apabila individu merasa dua alternatif pilihan memiliki nilai positif dan negatif yang sama)

  • Konflik interpersonal

Konflik interpersonal dimana konflik terjadi di dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Adapun bentuk konflik interpersonal dikelompokkan menjadi tujuh, meliputi:

Konflik antarmanajer (Konflik ini terjadi diantara manajer dan petinggi organisasi).

Konflik antara pegawai dan manajer (Konflik ini terjadi antara manajer dengan anak buahnya misalkan evaluasi kinerja yang tidak objektig dari seorang manajer kepada anak buahnya).

Konflik hubungan industrial (Konflik ini terjadi antara perusahaan dengan para pegawai atau karyawannya)

Konflik antarkelompok kerja (Konflik ini terjadi antara kelompok unit kerja yang satu dengan yang lain dalam satu organisasi karena memiliki tugas yang berbeda untuk mencapai tujuan organisasi).

Konflik antara anggota kelompok kerja dan kelompok kerjanya (Konflik ini terjadi antara kelompok kerja dengan anggota kelompok kerja yang memiliki latar belakang pendidikan, agama, budaya, dan pengalaman yang berbeda)

Konflik interes (Konflik ini terjadi ketika seorang karyawan mengalami konflik dalam menjalankan pekerjaannya karena harus menjalankan ketertarikan organisasi atau individu).

Konflik antara organisasi dan pihak luar organisasi (Konflik ini terjadi antara organisasi dengan pemerintah, organisasi dengan organisasi yang lain, organisasi dengan lembaga swadaya masyarakat, organisasi dengan pelanggan, maupun organisasi dengan masyarakat).

 5. Definisi Manajemen Konflik

Manajemen konflik merupakan kegiatan menyusun strategi untuk kemudian dapat diterapkan dalam mengendalikan dan mengatasi konflik dengan cara yang diinginkan (Wirawan, 2009).

6. Tujuan Manajemen Konflik

Menurut Wirawan (2009) tujuan manajemen konflik diantaranya:

  • Mencegah adanya gangguan kepada anggota organisasi untuk tetap memfokuskan pada visi, misi, dan tujuan organisasi
  • Memahami orang lain dan menghormati keberagaman
  • Meningkatkan kreativitas
  • Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan berdasarkan pemikiran berbagai informasi dan susut pandang
  • Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta, pemahaman bersama dan kerjasama
  • Menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik
  • Menimbulkan iklim organisasi konflik dan lingkungan kerja yang tidak menyenangkan: takut, moral rendah, sikap saling curiga
  • Meningkatkan terjadinya pemogokan
  • Mengurangi loyalitas dan komitmen organisasi
  • Mencegah terganggunya proses produksi dan operasi

7. Gaya manajemen konflik

Gaya manajemen konflik merupakan perilaku seseorang dalam menghadapi situasi konflik yang sering juga disebut dengan gaya komunikasi konflik (Wirawan, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya manajemen konflik antara lain:

  • Asumsi mengenai konflik
  • Persepsi mengenai penyebab konflik
  • Ekspetasi atas reaksi lawan konfliknya
  • Pola komunikasi dalam interaksi konflik
  • Kekuasaan yang dimiliki
  • Pengalaman menghadapi situasi konflik
  • Sumber yang dimiliki
  • Jenis kelamin
  • Kecerdasan emosional
  • Kepribadian
  • Budaya organisasi sistem sosial
  • Prosedur yang mengatur pengambilan keputusan jika terjadi konflik
  • Situasi dan psisi dalam konflik
  • Pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen konflik

8. Teori gaya manajemen konflik

Menurut Wirawan (2009) teori manajemen konflik dijelaskan oleh beberapa tokoh, adapun rinciannya sebagai berikut:

  • Teori Grid

Menurut Wirawan (2009) R.R Blake dan J. Mouton mengembangkan kerangka teori gaya kepemimipinan yang disusun berdasarkan dua dimensi meliputi perhatian manajer terhadap bawahan yang digambarkan pada sumbu horizontal sedangkan perhatian manajer terhadap produksi digambarkan pada sumbu vertikal. Ditinjau dari tinggi rendahnya kedua dimensi, Blake dan Mouton mengembangkan lima gaya manajemen konflik sebagai berikut:

Memaksa (forcing)

Perhatian manajer yang tinggi terhadap produksi, sedangkan rendah terhadap bawahannya cenderung memaksa untuk mencapai peningkatan produksi dengan mengabaikan orang lain dalam menghadapi situasi konflik

Konfrontasi (confrontation)

Perhatian manajer yang tinggi baik terhadap produksi maupun bawahannya akan cenderung berkonfrontasi dalam menghadapi situasi konflik dengan tujuan meningkatkan produksi maupun bawahannya.

Kompromi (comproming)

Manajer yang tidak tinggi baik terhadap produksi maupun bawahan cenderung akan berkompromi dalam meghadapi konflik. Manajer tersebut akan berkompromi terhadap tingkat produksi untuk kesejahteraan bawahan. Perhatian manajer yang tinggi terhadap bawahan dan rendah terhadap produksi akan cenderung menggunakan kompromi dalam menghadapi situasi konflik yang bertujuan memenuhi kesejahteraan bawahan.

Menarik diri (withdrawal)

Perhatian manajer yang rendah baik terhadap bawahan maupun produksi akan menarik diri jika menghadapi konflik. Manajer akan bersikap menghindari konflik.

Mengakomodasi (smoothing)

Perhatian manajer yang tinggi terhadap bawahan dan rendah terhadap produksi akan cenderung memverikan akomodasi dalam menghadapi situasi konflik. Manajer akan mengalah kepada lawan konfliknya demi kesejahteraan bawahan

  • Teori Thomas dan Kilmann

Menurut Wirawan (2009) Kenneth W. Thomas dan Ralp H. Kilmann mengembangkan teori manajemen konflik berdasarkan dua dimensi meliputi dimensi kerjasama yang digambarkan pada sumbu horizontal dan keasertifan yang digambarkan sumbu vertikal. Berdasarkan kedua dimensi tersebut, terdapat lima gaya manajemen konflik sebagai berikut:

Kompetisi

Seseorang dengan tingkat kerjasama rendah dan tingkat keasertifan yang tinggi cenderung akan berkompetisi dalam menghadapi situasi konflik. Gaya ini akan menggunakan kekuasaan demi memenangkan konflik dengan lawannya.

Kolaborasi

Gaya manajemen kolaborasi dengan keasertifan dan kerjasama yang tinggi akan cederung berusaha mencari alternatif dan solusi untuk mencapai tujuan kedua belah pihak. Upaya yang dilakukan melalui negosiasi akan mampu memahami permasalahan yang dialami oleh kedua belah pihak.

Kompromi

Gaya dengan tingkat kerjasama dan keasertifan sedang akan cenderung melakukan kompromi dengan lawan konflik dan menerapkan sistem take and give (memberi dan mengambil demi mencapai sebagian dari keinginan kedua belah pihak.

Menghindar

Gaya dengan tingkat kerjasama dan keasertifan yang sama-sama rendah akan cenderung menghindari situasi konflik yang dinggap dapat merugikan atau membahayakan.

Akomodasi

Gaya dengan tingkat kerjasama yan tinggi sedangkan keasertifan rendah cenderung berusaha mengabaikan kepentingannya sendiri demi memenuhi keinginan lawan konfliknya.

Daftar Pustaka

Charlton, P. (2010). Indicators of success: An exploration of successful conflict management in us hospital settings. Faculty of the Graduate School of Arts and Aciences. Georgetown University.

Cinar, F., & Kaban, A. (2012). Conflict management and visionary leadership: An application in hospital organizations. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 58, 197–206. doi: 10.1016/j.sbspro.2012.09.993

Wirawan (2009). Konflik dan manajemen konflik: Teori, aplikasi, dan penelitian. Jakarta: Salemba Medika